Minggu, 22 Oktober 2017

PENGERTIAN DAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA



1. Pengertian Etika Menurut Para Ahli

Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan pengertian-pengertian etika. Diantaranya:
1. James J. Spillane SJ
Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2. Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.
3. Soergarda Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
4. Drs. H. Burhanudin Salam
Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
5. Drs. O.P. Simorangkir
Menjelaskan bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
6. A. Mustafa
Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.
7. W.J.S. Poerwadarminto
Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.
8. Drs. Sidi Gajabla
Menjelaskan etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
9. Bertens
Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.
10. Ahmad Amin
Mengemukakan bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
11. Hamzah Yakub
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
12. Aristoteles
Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yakni: Terminius Technicus dan Manner and Custom. Terminius Technicus ialah etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu probelema tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu Manne and Custom iala suatu pembahasan etika yang terkait dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat dalam kodarat manusia (in heren in human nature) yang sangat terikat dengan arti “baik dan buruk” suatu perilaku, tingkah laku, atau perbuatan manusia.
13. Maryani dan Ludigdo
Mengemukakan etika sebagai seperangkat norma, aturan atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.
14. Martin
Mengemukakan bahwa etika ialah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedopman untuk mengontrol tingkah laku perilaku manusia.
15. Menurut KBBI
Etika ialah suatu ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral, sekumpulan asa atau nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak, nilai mengenai benar atau salahnnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.


2. PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
1)   Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2)   Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
3)   Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4)   Prinsip Keadilan
kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5)   Prinsip Kebebasan
sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
  • kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
  • kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya tersebut.
  • kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6)   Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan. Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.


3. PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah mendampingi kegiatan manusiawi ini.
Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekkan sekarang, tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika selalu sudah dikaitkan dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah-wilayah lain dalam kehidupan manusia deperti politik keluarga, seksualitas, berbagai profesi, dan sebagainya. Jadi, etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal itu baru tercapai dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis.


  1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern. Dengan membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi.
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswamempelajari masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannyatentu berbeda, sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan.Dengan demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20 etikadalam   bisnis   terutama   dipraktekan   dalam   konteks   agama   dan   teologi.   Danpendekatanini masih berlangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat lain.
  1. Tahun 1960-an
Dalam   tahun   1960-an   terjadi   perkembangan   baru   yang   dilihat   sebagaipersiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa1960-an  ini  di  Amerika  Serikat  (dan  dunia  barat   pada   umumnya)  ditandai  olehpemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukotaPrancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam   kuliah   tentang   manajemen.   Beberapa   sekolah   bisnis   mulai   dengan mencamtumkan   mata   kuliah   baru   di   kurikulumnya   yang   biasanya   dibesi   nama Business and Society.  Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku – buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah   itu.   Pendekatan   ini   diadakan   dari   segi   manajemen   ,   dengan   sebagaian melibatkan   juga   hukum   dan   sosiologi,   tetapi   teori   etika   filosofis   disini   belum dimanfaatkan.
  1. Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan   moral   lainya   (etika   dalam   hubungan   dengan   bisnis),   kini   mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah penelitian ini dalam waktu singkat   menjadi   kelompok   yang   paling   dominan.   Sebagaian   sukses   usaha   itu, kemudian   beberapa   filsuf   memberanikan   diri   untuk   terjun   kedalam   etika   bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Faktor kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun.
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Melatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang khusus . Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
  • Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
  • Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
  1. Tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara– negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnisdi Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum   pertemuan   antara   akademisi   dari   universitas   serta   seklah   bisnis   ,   para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan internasional seperti misalnya serikat   buruh).   Konferensi   EBEN   yang   pertama   berlangsung   di   Brussel   (1987). Konferensi kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : Milano (1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , Noerwegia (1993), St. GallenSwis   (1994),   Breukelen   ,   Belanda   (1995),   Frankfurt   (1996).   Sebagaian   bahan konferensi – konferensi itu telah diterbitkan dalam bentuk buku.
  1. Tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business management economis and ethics (ISBEE).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
  1. Pengendalian diri
  2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
  3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
  4. Menciptakan persaingan yang sehat
  5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
  6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
  7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
  8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
  9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
  10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
  11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

4. ETHICAL GOVERNANCE
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar