1. Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan
pengertian-pengertian etika. Diantaranya:
1. James J.
Spillane SJ
Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan
tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan
moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan
objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang
kepada orang lain.
2. Prof. DR.
Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan,
acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.
3. Soergarda
Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan
nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
4. Drs. H.
Burhanudin Salam
Mengungkapkan bahwa etika ialah suatu cabang ilmu
filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan
perilaku manusia dalam kehidupannya.
5. Drs. O.P.
Simorangkir
Menjelaskan bahwa etika ialah pandangan manusia
terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
6. A.
Mustafa
Mengungkapkan etika sebagai ilmu yang menyelidiki
terhadap perilaku mana yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan
perbuatan manusia sejauh apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.
7. W.J.S.
Poerwadarminto
Menjelaskan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai
asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.
8. Drs. Sidi
Gajabla
Menjelaskan etika sebagai teori tentang perilaku atau
perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat
ditentukan oleh akal manusia.
9. Bertens
Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi
acuan bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala
tingkah lakunya.
10. Ahmad
Amin
Mengemukakan bahwa etika merupakan suatu ilmu yang
menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam
perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
11. Hamzah
Yakub
Etika merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan
mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
12. Aristoteles
Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yakni:
Terminius Technicus dan Manner and Custom. Terminius Technicus ialah etika
dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu probelema tindakan
atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu Manne and Custom iala suatu
pembahasan etika yang terkait dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat
dalam kodarat manusia (in heren in human nature) yang sangat terikat dengan
arti “baik dan buruk” suatu perilaku, tingkah laku, atau perbuatan manusia.
13. Maryani
dan Ludigdo
Mengemukakan etika sebagai seperangkat norma, aturan
atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau
segolongan masyarakat.
14. Martin
Mengemukakan bahwa etika ialah suatu disiplin ilmu
yang berperan sebagai acuan atau pedopman untuk mengontrol tingkah laku
perilaku manusia.
15. Menurut KBBI
Etika ialah suatu ilmu tentang baik dan buruknya
perilaku, hak dan kewajiban moral, sekumpulan asa atau nilai-nilai yang
berkaitan dengan akhlak, nilai mengenai benar atau salahnnya perbuatan atau perilaku
yang dianut masyarakat.
2. PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat
sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan
etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi
sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau
ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan
penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan
kebenaran.
1) Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup
penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia
memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah
dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya
sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2) Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak
antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai
bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas
dasar apapun.
3) Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu
berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini
biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati,
kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya
selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima
oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi
masyarakat.
4) Prinsip Keadilan
kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada
setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini
mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil
sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5) Prinsip Kebebasan
sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau
tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan
hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak
orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung
jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang
lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
- kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
- kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya tersebut.
- kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6) Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan
yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat
dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan
masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran
apabila belum dapat dibuktikan. Semua prinsip yang telah diuraikan itu
merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik
dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah,
dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur
kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai
harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan,
keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
3. PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari
sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri.
Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak
terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan
etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah
mendampingi kegiatan manusiawi ini.
Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan
dipraktekkan sekarang, tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu
fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian
begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika selalu sudah dikaitkan
dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan
etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah-wilayah lain
dalam kehidupan manusia deperti politik keluarga, seksualitas, berbagai
profesi, dan sebagainya. Jadi, etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang
khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal itu baru tercapai
dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam
bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis
masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti
spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu
bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di
peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul
di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia
lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat
membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika
bisnis.
- Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani
lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam
negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus
diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan,
dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan
perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman
modern. Dengan membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro
pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah
moral di sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi.
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswamempelajari
masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannyatentu berbeda,
sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan.Dengan
demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20
etikadalam bisnis terutama
dipraktekan dalam konteks agama
dan teologi. Danpendekatanini masih berlangsung terus
sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat lain.
- Tahun 1960-an
Dalam tahun 1960-an terjadi
perkembangan baru yang dilihat
sebagaipersiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya.
Dasawarsa1960-an ini di Amerika Serikat
(dan dunia barat pada umumnya)
ditandai olehpemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi
mahasiswa (mulai di ibukotaPrancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini
diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda
dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini
mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika
serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi
antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan
militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah
ekologis dan terutama industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan
hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah
nuklir.
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah
satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues
dalam kuliah tentang manajemen.
Beberapa sekolah bisnis mulai
dengan mencamtumkan mata kuliah
baru di kurikulumnya yang
biasanya dibesi nama Business and Society.
Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku –
buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah
itu. Pendekatan ini diadakan
dari segi manajemen ,
dengan sebagaian melibatkan juga
hukum dan sosiologi, tetapi
teori etika filosofis disini
belum dimanfaatkan.
- Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas
sendiri mulai terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika
hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok
pembicaraan moral lainya (etika
dalam hubungan dengan bisnis),
kini mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya
hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah
– masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah
penelitian ini dalam waktu singkat menjadi
kelompok yang paling dominan. Sebagaian
sukses usaha itu, kemudian
beberapa filsuf memberanikan
diri untuk terjun kedalam
etika bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Faktor
kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius
adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun.
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis
moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu.
Melatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa
oleh kerisis moral yang khusus . Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya
peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan
pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis.
Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah
dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika
bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang
kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun
1970-an yaitu:
- Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
- Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
- Tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira
sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun
kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga
negara– negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau
sekolah bisnisdi Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam
kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh
tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor etika bisnis pertama di
universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business
Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum
pertemuan antara akademisi dari
universitas serta seklah bisnis
, para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan
internasional seperti misalnya serikat buruh).
Konferensi EBEN yang pertama
berlangsung di Brussel (1987). Konferensi
kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : Milano
(1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , Noerwegia (1993), St.
GallenSwis (1994), Breukelen ,
Belanda (1995), Frankfurt
(1996). Sebagaian bahan konferensi – konferensi itu
telah diterbitkan dalam bentuk buku.
- Tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi
pada dunia barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di
seluruh dunia, kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin,
eropa timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik
dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di
negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti
terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international
society for business management economis and ethics (ISBEE).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain adalah:
- Pengendalian diri
- Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
- Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
- Menciptakan persaingan yang sehat
- Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
- Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
- Mampu menyatakan yang benar itu benar
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
- Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
- Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
- Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
4. ETHICAL GOVERNANCE
Ethical Governance (Etika
Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical
Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan
ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan
hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan
perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau
jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan
suara hatinya (consience of man).
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar