Rabu, 29 April 2015

Analisa Krisis Ekonomi Indonesia

MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
ANALISA KRISIS EKONOMI INDONESIA



 Nama  Dosen:    Immi Fiska
                                      Nama  Kelompok:

·        Ancas Asri Wulandari                                2D214048
·        Ferdinand Chico                                         22214345
·        Devina Vedasiwi                                        22214846
·        Fathurrahman Sadzali                                24214035
·        Latifah Arrum Sanda                                  25214998
·        Titan Kresdianto                                        2A214790
·        Yusuf Pujianto                                           2C214616



Kelas : 1EB38
                                                                                                       
UNIVERSITAS GUNADARMA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, bahwa kami telah menyelesaikan tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia. Dalam tugas atau materi ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun kami menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun materi ini berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua. Sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi, oleh karna itu kami mengucapkan terima kasih kepada:


1.      Immi Fiska selaku dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
2.      Selaku orang tua kami yang telah membantu kami dalam segi materi, dorongan, dan dukungan.
3.      Serta teman-teman yang telah memberikan masukan sehingga makalah dapat terselesaikan.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan untuk berbagai pihak khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat terselesaikan. Amiin.




Bekasi, 1 Mei 2015


Penulis            


Daftar Isi
Kata Pengantar ………………………………………………….…………………….…1
Daftar Isi …………………………………….……………………………………….….2
Analisa Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998…………………………………………….. 3
Sejarah Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998 ……………………………………………..3
Konseksuensi Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998 ………………………………………9
Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998 ………………………….10
Analisa Krisis Ekonomi Di Indonesia …………………………………………………12
Krisis Eknomi Di Era Kperesidennan Joko Widodo …………………………………..26
Penutup ………………………………………………………………………………...30
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………….31
Daftar Pustaka …………………………………………………………………...……..26


Top of Form
Bottom of Form

ANALISA KRISIS EKONOMI TAHUN 1997-1998
DI INDONESIA

1.             Analisa Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998

Krisis finansial Asia 1997 adalah krisis finansial yang dimulai pada bulan Juli 1997 di Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, termasuk sebagian negara di Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis moneter ("krismon") di Indonesia.
Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini. Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh. Daratan Tiongkok, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi dalam jangka panjang.

2.             Sejarah Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998

Sampai tahun 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki "current account deficit" dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan keterbukaan yang berlebihan dari risiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang paling penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari produsen yang lebih murah dan menemukannya di Tiongkok yang biayanya lebih rendah dibanding dollar.
Krisis Asia dimulai pada pertengahan tahun 1997 dan memengaruhi mata uang, pasar bursa, dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock risk yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental herd" di antara investor yang memperbesar risiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.
Berikut adalah daftar Negara-negara di Asia yang terkena efek dari Krisis Ekonomi tahun 1997-1998
1.    Thailand









Gambar. 1.1. Pertukaran Uang Baht-Dollar

Dari 1985 sampai 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada tanggal 14-15 Mei 1997, mata uang baht terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada tanggal 30 Juni, Perdana Mentri Chavalit Yonchaiyudh berkata bahwa dia tidak akan mendevaluasi baht, tetapi administrasi Thailand akhirnya mengambangkan mata uang lokal tersebut pada 2 Juli.
Pada 1996, "dana hedge" Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai.
Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada dolar AS. Baht jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Baht jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar AS pada Januari 1998. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. Finance One, perusahaan keuangan Thailand terbesar bangkrut. Pada 11 Agustus, IMF membuka paket penyelamatan dengan lebih dari 16 miliar dolar AS (kira-kira 160 trilyun Rupiah). Pada 20 Agustus IMF menyetujui, paket "bailout" sebesar 3,9 miliar dolar AS.
2.    Filipina
Bank sentral Filipina menaikkan suku bunga sebesar 1,75 persentasi point pada Mei dan 2 point lagi pada 19 Juni. Thailand memulai krisis pada 2 Juli. Pada 3 Juli, bank sentral Filipina dipaksa untuk campur tangan besar-besaran untuk menjaga peso Filipina, menaikkan suku bunga dari 15 persen ke 24 persen dalam satu malam.
3.    Hong Kong
Pada Oktober 1997, dolar Hong Kong, yang dipatok 7,8 ke dolar AS, mendapatkan tekanan spekulatif karena inflasi Hong Kong lebih tinggi dibanding AS selama bertahun-tahun. Pejabat keuangan menghabiskan lebih dari US$1 miliar untuk mempertahankan mata uang lokal. Meskipun adanya serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata uangnya dipatok ke dolar AS. Pasar saham menjadi tak stabil, antara 20 sampai 23 Oktober, Index Hang Seng menyelam 23%. Otoritas Moneter Hong Kong berjanji melindungi mata uang. Pada 15 Agustus 1997, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23 persen dalam satu malam.


4.    Korea Selatan
Korea Selatan adalah ekonomi terbesar ke-11 dunia. Dasar makro ekonominya bagus namun sektor banknya dibebani pinjaman tak-bekerja. Hutang berlebihan menuntun ke kegagalan besar dan pengambil-alihan. Contohnya, pada Juli, pembuat mobil ketiga terbesar Korea, Kia Motors meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar Asia, Moody's menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Yang menyebabkan penurunan lebih lanjut di saham Korea sejak jatuhnya pasar saham di November. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada 7 November 1997. Pada 8 November, jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Dan pada 24 November, saham jatuh lagi 7,2 persen karena ketakutan IMF akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.
5.    Malaysia
Pada 1997, Malaysia memiliki defisit akun mata uang besar lebih dari 6 persen dari GDP. Pada bulan Juli, ringgit Malaysia diserang oleh spekulator. Malaysia mengambangkan mata uangnya pada 17 Agustus 1997 dan ringgit jatuh secara tajam. Empat hari kemudian Standard and Poor's menurunkan rating hutang Malaysia. Seminggu kemudian, agensi rating menurunkan rating Maybank, bank terbesar Malaysia. Di hari yang sama, Bursa saham Kuala Lumpur jatuh 856 point, titik terendahnya sejak 1993. Pada 2 Oktober, ringgit jatuh lagi. Perdana Mentri Mahathir bin Mohamad memperkenalkan kontrol modal. Tetapi, mata uang jatuh lagi pada akhir 1997 ketika Mahathir bin Mohamad mengumumkan bahwa pemerintah akan menggunakan 10 miliar ringgit di proyek jalan, rel dan saluran pipa.
Pada 1998, pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5 persen, produksi menyusut 9 persen dan agrikultur 5,9 persen. Keseluruhan GDP negara ini turun 6,2 persen pada 1998. Tetapi Malaysia merupakan negara tercepat yang pulih dari krisis ini dengan menolak bantuan IMF.
6.    Indonesia
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.

Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan pertukaran mengambang-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk bond".
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dollar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden. mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.


7.         Singapura

Ekonomi Singapura berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan dengan negara lain di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun hubungan erat dan ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif terhadap ekonominya. Tetapi, secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan krisis diperhatikan secara luas, dan meningkatkan penelitian kebijakan fiskal Singapura sebagai pelajaran bagi negara tetangganya.
Sebagai ekonomi terbuka, dolar Singapura terbuka terhadap tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.
8.         Tiongkok daratan
Republik Rakyat Tiongkok tidak terpengaruh oleh krisis ini karena renminbi yang tidak dapat ditukar dan kenyataan bahawa hampir semua investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan bukan bidang keamanan. Meskipun RRT telah dan terus memiliki masalah "solvency" parah dalam sistem perbankannya, kebanyakan deposit di bank-bank RRT adalah domestik dan tidak ada pelarian bank.
9.         Amerika Serikat dan Jepang

"Flu Asia" juga memberikan tekanan kepada Amerika Serikat dan Jepang. Ekonomi mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat.
Pada 27 Oktober 1997, Industri Dow Jones jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan ekonomi Asia. Bursa Saham New York menunda sementara perdagangan. Krisis ini menuju ke jatuhnya konsumsi dan keyakinan mengeluarkan uang.
Jepang terpengaruh karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di 1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
10.       Laos
Laos terpengaruh ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar Kip dari 4700 ke 6000 terhadap satu dolar AS.

3.             Konsekuensi Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998

Krisis Asia berpengaruh ke mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang terpengaruh besar oleh krisis ini. Krisis ekonomi ini juga menuju ke kekacauan politik, paling tercatat dengan mundurnya Soeharto di Indonesia dan Chavalit Yongchaiyudh di Thailand. Ada peningkatan Anti-Barat, dengan George Soros dan IMF khususnya, keluar sebagai kambing hitam.
Secara budaya, krisis finansial Asia mengakibatkan kemunduran terhadap ide adanya beberapa set "Asian value", yaitu Asia Timur memiliki struktur ekonomi dan politik yang superior dibanding Barat. Krisis Asia juga meningkatkan prestise ekonomi RRT.

Krisis Asia menyumbangkan ke krisis Rusia dan Brasil pada 1998, karena setelah krisis Asia, bank tidak ingin meminjamkan ke negara berkembang.
Krisis ini telah dianalisa oleh para pakar ekonomi karena perkembangannya, kecepatan, dinamismenya, dia memengaruhi belasan negara dan memiliki efek ke kehidupan berjuta-juta orang, terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Mungkin para pakar ekonomi lebih tertarik lagi dengan betapa cepatnya krisis ini berakhir, meninggalkan ekonomi negara berkembang tak berpengaruh. Keingintahuan ini telah menimbulkan ledakan di pelajaran tentang ekonomi finansial dan "litani" penjelasan mengapa krisis ini terjadi. Beberapa kritik menyalahkan tindakan IMF dalam krisis, termasuk oleh pakar ekonomi Bank Dunia Joseph Stiglitz.
4.             Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1998
Ada beberepa sebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek yang telah menciptakan “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sector swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
2.      Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
3.      Tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
4.      Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
5.      Miss government
6.      Faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
7.      Banyaknya utang dalam valas, proyek jangka panjang yang dibiayai dengan utang jangka pendek, proyek berpenghasilan rupiah dibiayai valas, pengambilan kredit perbankan yang jauh melebihi nilai proyeknya, APBN defisit yang tidak efisien dan efektif, devisa hasil ekspor yang disimpan di luar negeri, perbankan yang kurang sehat, jumlah orang miskin dan pengangguran yang relative masih besar, dan seterusnya.
8.      Krisis moneter dimulai dari gejala/kejutan keuangan pada juli 1997, menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap valas, diukur dengan dolar Amerika Serikat yang merupakan pencetus/trigger point. Meskipun tidak ada depresiasi tajam baht(mata uang Thailand), Krismon tetap akan terjadi di Negara tercinta ini. Kenapa? karena gejolak sosial dan politik Indonesia yang memanas. Oleh karena itu penyebab krismon 98 bisa dikatakan campuran dari unsur-unsur eksternal dan domestik (J. Soedrajad Djiwandono).
9.      Diabaikannya early warning system merupakan penyebab mengapa krismon 97 melanda Inonesia. Adapun early system warningnya adalah: meningkatnya secara tajam deficit transaksi berjalan sehingga pada saat terjadinya krisis, defisit transaksi berjalan Inonesia sebesar 32.5% dari PDB. Utang luar negeri baik pemerintah maupun swasta yang tinggi. Boomingnya sektor properti dan financial yang mengabaikan kebijakan kehati-hatian dalam pemberian kredit perbankan diperuntukan untuk membiayai proyek-proyek besar yang disponsori pemerintah dan tidak semua proyek besar itu visibel. Tata kelola yang buruk (bad governence) dan tingkat transpalasi yang rendah baik sektor publik maupun swasta(Marie Muhamad).
10.  Argument bahwa pasar financial internasional tidak stabil secara inheren yang kemudian mengakibatkan buble ekonomi dan cenderung bergerak liar. Bahkan sejak tahun 1990-an pasar financial lebih tidak stabil lagi. Hal ini dikarenakan tindakan perbankan negara-negara maju menurunkan suku bunga mereka. Sehingga mendorong dana-dana masuk pasar global. Maka pada tahun 1990-an dana asing melonjak dari $9 Miliar menjadi lebih dari $240 Miliar.
11.  Kegagalan manajemen makro ekonomi tercermin dari kombinasi nilai tukar yang kaku dan kebijakan fiskal yang longgar, inflasi yang merupakan hasil dari apresiasi nilai tukar efectif riil, deficit neraca pembayaran dan pelarian modal.
12.  Kelemahan sector financial yang over gradueted, but under regulete dan masalah moral hazar.
13.  Semakin membesarnya cronycapitalism dan sistem politik yang otoriter dan sentralistik (M. Fadhil Hasan). Jika diartikan secara ekonomis teknis, krisis bisa disebut sebagai titik balik pertumbuhan ekonomi yang menjadi merosot. Dan penyebabnya jika ditinjau dari teori konjungtur, ada dua karakteristik krisis
1). krisis disebabkan tidak sepadannya kenaikan konsumsi ketimbang kenaikan kapasitas produksi atau underconsumption crisis.

2). Krisis disebabkan terlampau besarnya investasi yang dipicu modal asing karena tabungan nasional sudah lebih dari habis untuk berinvestasi. Krisis seperti ini disebut overinvestment, dan ini yang terjadi di Indonesia (Kwik Kian Gie). Begitulah beberapa penyebab krismon 98 di Indonesia, yang dampaknya masih terasa sampai sekarang.
NB: “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.

5.             Analisa Krisis Ekonomi Di Indonesia

1.      Masa Reformasi Latar belakang jatuh atau berakhirnya Orde Baru
Krisis politik Pemerintah Orde Baru, meskipun mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal dalam membina kehidupan politik yang demokratis, terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah bersikap otoriter, tertutup, dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai anti-pemerintah, menghina kepala negara, anti-Pancasila, dan subversive. Akibatnya, kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah Orde Baru untuk mengamankan kehendak penguasa. Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena banyak pejabat Orde Baru yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan dan mendapat restu dari penguasa, sehingga banyak anggota yang bersikap ABS (Asal Bapak Senang) daripada kritis. Sikap yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap orba mulai terbuka. Muncul tokoh vokal Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa semakin memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli serta 5 paket UU politik adalah masalah yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah Soeharto terpilih lagi sebagai Presiden RI 1998-2003, suara menentangnya makin meluas dimana-mana. Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung MPR/DPR pada bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa, tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ Habibie.
Krisis ekonomi yang menimpa dunia dan Asia Tenggara telah merembet ke Indonesia, sejak Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis tersebut. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika terus menurun. Akibat krisis tersebut, banyak perusahaan ditutup, sehingga banyak pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan bertambah. Selain itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan bank-bank yang ada di bawah pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi manipulasi besar-besaran dalam KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar. Selain itu, kepercayaan dunia internasional semakin berkurang sejalan dengan banyaknya perusahaan swasta yang tak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo. Untuk mengatasinya, pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-utang swasta yang telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin berat ketika pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos angkutan. Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Krisis sosial, krisis politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang sosial. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya: perkelahian antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di Kalimantan Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan Boyolali serta kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo. Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14, dan 15 Mei 1998, perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu karena banyak swalayan, pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa. Hal tersebut menyebabkan angka pengangguran membengkak.
Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan berakhirnya krisis tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi tersebut membahayakan karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut untuk melakukan tindakan anarkis.

2.      Kronologi mundur/berakhirnya kekuasaan Soeharto:
5 Maret 1998: Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
11 Maret 1998: Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998: Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15 April 1998: Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan unjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18 April 1998: Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998: Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998: Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).
4 Mei 1998: Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
5 Mei 1998: Demonstrasi mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.
9 Mei 1998: Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998: Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998: Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.
14 Mei 1998: Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998: Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998: Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih mencekam.
19 Mei 1998: Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1998: Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998: Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

3.      Indonesia masa pemerintahan B.J. Habibie:
Kebijakan-kebijakan pada masa Habibie adalah:
1.      Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan yang dibentuk pada tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
2.      Mengadakan reformasi dalam bidang politik. Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.
3.      Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
4.      Refomasi dalam bidang hukum. Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa Orde Baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
5.      Mengatasi masalah dwifungsi ABRI. Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
6.      Mengadakan sidang istimewa. Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan. Mengadakan pemilu tahun 1999. Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil). Masalah yang ada yaitu ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan.

4.      Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid:
Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
1.      Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
2.      Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional). Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
3.      Masalah yang ada:
1.      Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
2.      Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
3.      Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.


4.      Indonesia Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri

Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:
1.      Memilih dan Menetapkan ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
2.      Membangun tatanan politik yang baru yang diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3.      Menjaga keutuhan NKRI setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
4.      Melanjutkan amandemen UUD 1945 dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
5.      Meluruskan otonomi daerah dengan keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
6.      Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.

5.      Indonesia masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
1.      Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
2.      Konversi minyak tanah ke gas.
3.      Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
4.      Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
5.      Buy back saham BUMN
6.      Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
7.      Subsidi BBM.
8.      Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
9.      Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
10.  Pemberian bibit unggul pada petani.
11.  Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada:
1.          Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
2.          Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
3.          Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
4.          Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
5.          Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
6.          Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
7.          Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.

6.      Dampak reformasi bagi rakyat Indonesia:

Pemerintahan orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan keterbukaan tidak diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah seperti Kalimantan Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan agama. Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau pimpinan partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya. Banyak kasus muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas yang tegas pada teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi pengelolaan wilayah pengairan.
Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya: munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum milik swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat berhak memberikan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah). Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi (sejak 2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).

7.      Latar belakang munculnya reformasi:
1.      Bidang politik: Munculnya reformasi di bidang politik disebabkan oleh adanya KKN, ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokratis) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta munculnya demo mahasiswa yang menginginkan pembaharuan di segala bidang.
2.      Bidang ekonomi: Munculnya reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang yang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Selain itu juga disebabkan oleh krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. Hal-hal tersebut membuat perlu dilakukannya tindakan-tindakan yang cepat dan tepat untuk mengatasinya.
3.      Bidang sosial: Krisis ekonomi dan politik pada masa pemerintahan orde baru berdampak pada kehidupan sosial di Indonesia. Muncul peristiwa pembunuhan dukun santet di Situbondo, perang saudara di Ambon, peristiwa Sampit, beredar luasnya narkoba, meningkatnya kejahatan, pembunuhan, pelacuran. Hal tersebut membuat diperlukannya tindakan yang cepat dan tepat.Top of Form


7.           Krisis Ekonomi
Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh Haris (1998),  “Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang Orde Baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial. Ekonom, dan politik yang baru pula”. Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis d beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu  besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar  7 arus modal masuk jangka pendek (surplus neraca kapital) (Tulus Tambunan, 1998).

Faktor-faktor eksternal
Jepang dan Eropa Barat mengalami kelesuan pertumbuhan ekonomi sejak awal dekade 90-an dan tingkat suku bunga sangat rendah. Dana sangat melimpah sehingga sebagian besar arus modal swasta mengalir ke negara-negara Asia Tenggara dan Timur, yang akhirnya membuat krisis. Daya saing Indonesia di Asia yang lemah, sedang nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terlalu kuat (overvalued). (Tulus Tambunan, 1998).
Teori-teori Alternatif
Teori konspirasi, krisis ekonomi sengaja ditimbulkan oleh negara-negara maju tertentu, khususnya Amerika, karena tidak menyukai sikap arogansi ASEAN selama ini.
Teori contagion, yaitu karena adanya contagion effect; menularnya amat cepat dari satu negar ake negara lain, disebabkan investor asing merasa ketakutan.
Teori business cycle (konjungtur), karena proses ekonomi berdasarkan mekanisme pasar (ekonomi kapitalis) selalu menunjukkan gelombang pasang surut dalam bentuk naik turunnya variabel-variabel makro (Tulus Tambunan, 1998).

Faktor-faktor non-ekonomi
Dampak psikologis dari krisis di Indonesia adalah merebaknya penomena kepanikan, sehingga para pemilik modal internasional memindahkan modal mereka dari Indonesia secara tiba-tiba. Kepanikan ini kemudian diikuti oleh warga negara di Indonesia, sehingga sekelompok orang (spekulan) berusaha meraih keuntungan dengan cara menukar sejumlah besar rupiah terhadap dollar AS. (Tulus Tambunan, 1998).

Stok Hutang Luar Negeri yang Berjangka Pendek
Hutang luar negeri swasta berjangka pendek yang akan jatuh tempo pada  bulan Maret 1998, telah mencapai US$. 9,6 milyard, meliputi hutang pokok dan  pinjaman. Posisi hutang luar negeri yang ditanggung oleh perusahaan swasta itu merupakan bagian hutang luar negeri swasta sebesar US$ 65 milyard dari total  pinjaman luar negeri Indonesia sebesar US$ 117,3 milyard per September 1997. Bahkan diperkirakan merosotnya nilai tukar Rupiah antara lain disebabkan oleh terus membengkaknya hutang luar negeri yang ditanggung swasta, sehingga  begitu kewajiban untuk membayar hutang luar negeri yang jatuh tempo, sementara pada saat yang sama kondisi moneter di dalam negeri sedang kacau, maka kesulitan langsung membelit mereka (AD.Uphadi Media Indonesia, 4 Desember 1997).

Sistem Perbankan Indonesia
Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.


8.             Dampak Krisis Terhadap Perekonomian Indonesia
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
1.      Kurs rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997,  pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut.
2.      Dampak negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang akan dan telah jatuh tempo.
3.      Pengangguran, dimana angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya.
4.      Laju inflasi yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan  barang nasional, khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai 9 menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin tinggi. Biaya-biaya sosial : 1) kerusuhan di mana-mana sejak black May 1998, 2)  banyak orang kekurangan gizi, 3) anak putus sekilah meingkat, 4) kriminalitas makin tinggi.
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian,  proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca  berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK). Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak  positifnya. 

9.             Krisis Ekonomi Pada Era Joko Widodo
Pada era Presiden Joko Widodo, Indonesia  mengalami gejolak ekonomi yang cukup mengkhawatirkan. Selama kepemimpinan beliau yang memasuki setengah tahun lamanya, Indonesia terkena dampak dari pelemahan rupiah terhadap dollar hingga mencapai level 13.200-an atau hamper serupa dengan krisis moneter diera Presiden Soeharto yang ada di level mencapai 17.000 dengan harga rupiah saat itu. Namun semuanya hanya baru bias dikatakan sebagai perkiraan perkiraan dan asumsi masyarakat atas melemahnya dollar. Adapaun secara fakta, krisis moneter belum bisa dibuktikan. Ini ditandakan dengan masih stabilnya perekonomian nasional saat ini. Data menunjukkan bahwa Ekonomi Indonesia Masih Mampu Untuk Tumbuh Secara Moderat ditengah perlambatan pemulihan ekonomi dunia, ternyata ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh sebesar 5,01% yo atau sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini, yang tercatat sebesar 5,12% yoy. Konsumsi rumah tangga tercatat cukup stabil dan masih meningkat sebesar 5,4% yoy. Daya beli masyarakat masih tetap tinggi, meskipun efek belanja pemilu sudah tidak ada dan telah terjadi kenaikan harga listrik dan gas.
Kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas. Kegiatan investasi tercatat mengalami perlambatan sebagai akibat dari pelemahan nilai tukar Rupiah dan kebijakan moneterketat yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Namun demikian, menurut data yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal di Indonesia masih mengalami pertumbuhan sebesar 19,3% yoy di kuartal ketiga 2014 atau meningkat dari pertumbuhan 3,2% yoy yang tercatat di kuartal kedua 2014. Realisasi penanaman modal dalam negeri naik sebesar 24,2% yoy, sedangkan realisasi penanaman modal asing naik sebesar 6,8% yoy di kuartal ketiga 2014. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 akan tetap stabil. Hanya akan mengalami kenaikan tipis dari 5,1 persen di 2014 menjadi sebesar 5,2 persen. “Pertumbuhan eknomi Indonesia diperkirakan akan cenderung stabil dan sedikit meningkat di tahun 2016 menjadi 5,5 persen,” menurut seorang ekonom Bank Dunia untuk Indonesia. Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh  melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Kondisi tersebut mengakibatkan investasi dan ekspor Indonesia menjadi lemah. Lemahnya ekspor berpengaruh pada kecilnya kontribusi terhadap penyempitan defisit neraca berjalan. Defisit neraca berjalan turun menjadi 6,8 miliiar dolar atau 3,1 persen dari PDB kuartal ketiga 2014 dan lebih rendah sebesar 0,8 poin presentase dari PDB dibanding laju tahun lalu. Penurunan ini secara bertahap akan terus berlangsung.
Kondisi yang sama, lanjutnya, juga terjadi pada sektor fiskal dengan pertumbuhan penerimaan tetap yang relatif lemah, sementara belanja modal terkontraksi. Pertumbuhan penerimaan pada periode Januari-Oktober 2014 10,8 persen terus berada di bawah pertumbuhan PDB nominal 11,8 persen pada kuartal 1- sampai kuartal 3 tahun 2014. Sementara pada sisi pengeluaran, laju pencairan anggaran secara keseluruhan di akhir Oktober 2014 mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya karena dorongan peningkatan belanja subsidi energi.
Adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi akan menyebabkan peningkatan inflasi. Kendati begitu dampak terhadap inflasi diperkirakan hanya akan bersifat sementara. Pada tahun 2015 inflasi akan berada di angka 7,5 persen dan akan mengalami penurunan apabila tidak terjadi gejolak eknomi lainnya. Dari kenaikan BBM itu memang akan memunculkan inflasi, namun akan menghemat pengeluaran fiscal sebesar 100T.
Penyesuaian harga BBM bersubsidiakan memperluas ruang fiskal bagi peningkatan belanja pembangunan di sektor-sektor yang lebih penting, salah satunya di sektor kesehatan. Karena dana belanja kesehatan pemerintah hanya sekitar  1,2 persen dari PDB tahun 2012 atau sekitar 43 dolar AS per kapita relatif lebih rendah di banding negara lain. Dengan adanya penghematan anggaran dari kenaikan harga BBM tersebut Indonesia memiliki kesempatan untuk melakukan perbaikan pelayanan kesehatan.
Ditambahkan oleh Masyita Crystaliin, ekonom Bank Dunia untuk Indonesia lainnya, selain menghadapi tantangan perbaikan layanan kesehatan, pemerintahan baru saat ini juga dihadapkan pada persoalan pendapatan negara yang terus menurun hanya sedikit di atas 11 persen dari PDB. Apabila tidak dilakukan reformasi, total penerimaan PDB diproyeksikan akan semakin menurun menjadi 13,7 persen di tahun 2019. Oleh karena itu, ia menekankan pemerintah kedepan harus mengejar pendapatan negara dengan memaksimalkan pendapatan pajak. Hal itu bisa dilakukan dengan reformasi kebijakan penerimaan untuk memperluas basis pajak, menyederhanakan struktur perpajakan, rasionalisasi jenis pajak, dan secara selektif melakukan revisi sejumlah tarif pajak agar sebanding dengan tarif internasional. “Dengan fokus yang kuat pada penerimaaan oleh pemerintah yang baru akan sangat penting dalam menciptakan ruang fiskal bagi pelaksanaan program-program pembangunan,” jelasnya.
Lebih lanjut Masyita mengatakan pembelanjaan APBN yang baik dalam berbagai bidang termasuk pelayanan kesehatan, jaminan sosial, infrastruktur  diharapkan dapat menurunkan defisit fiskal tahun 2015. Disamping itu dengan adanya relokasi anggaran penghematan fiskal dari kenaikan harga BBM bersubsidi ke sektor-sektor tersebut juga diharapkan bisa mempercepat upaya pengentasan kemiskinan. Pasalnya hingga saat ini tingkat kemiskinan nasional masih berada pada angka 11, 3 persen dan diproyeksikan penurunannya akan melambat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Bahkan diperdiksikan akan tetap berada di atas delapan persen pada tahun 2018 jika tidak ada aksi bersama untuk mendukung pemerataan pertumbuhan dan memperkuat jaringan pengamanan sosial,” tandasnya.
Berbeda dengan proyeksi Bank Dunia,  ekonom UGM, Tri Yuwono, Ph.D., memperkirakan laju pertumbuhan ekomomi Indonesia cenderung mengalami penurunan secara berkelanjutan. Pertumbuhan jangka menengah akan ditentukan oleh pertumbuhan glonal yang lebih lambat dari penurunan terakhir. “Proyeksi dari Gama Leading Economic Indonesia justru menunjukkan adanya kecenderungan penurunan siklus perekonomian Indonesia masih berlanjut,” tuturnya. Kecenderungan tersebut terjadi karena aktivitas ekspor yang lebih kecil kecil dari impor. Sehingga mengakibatkan defisit pada transakasi perdagangan Indonesia.
Sementara terkait dengan adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi, Tri Yuwono mengatakan bahwa hal tersebut tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap masyarakat miskin karena hanya mengkonsumsi BBM dalam jumlah rendah. Namun begitu, hal itu memberikan dampak susulan yang sangat memberatkan masyarakat kurang mampu akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dampak dari kenaikan harga BBM. “Saya rasa pemberian program kompensasi cukup untuk melindungi masyarakat miskin secara efektif dari dampak kenaikan harga bahan pangan dan transportasi pasca kenaikan harga BBM betsubsidi,” katanya.
Denni Puspa Purba, ekonom UGM lainnya mengatakan bahwa arahan proyeksi ekonomi makro Indonesia sudah tepat. Namun pertumbuhan GDP bisa lebih rendah dari 5,2 persen. Ia juga memperkirakaan iklim investasi dan ekspor di Indonesia masih akan berjalan lambat di tahun 2015 mendatang. (Humas UGM/Ika).
Dari berbagai pendapat diatas dan fakta yang telah terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa krisiis ekonomi pada era Kepresidenan Joko Widodo belum dapat dibuktikan, akan tetapi masih sebatas asumsi public atas kondisi yang terjadi. Namun dari fakta yang ada, krisis ekonomi kecil kemungkinan terjadi apabila pemerintah berhasil untuk mengendalikan kestabilan menguatnya nilai tukar dollar

















PENUTUP


Kesimpulan:
Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1997-1998, dapat disimpulkan sbagai dampak dari penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Tak hanya Indonesi, negara- negara tetangga pun juga merasakan. Akan tetapi Indonesia termasuk negara yang terparah akibat masalah tersebut. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat tergantung pada dollar Amerika, entah dari sektor impor maupun sektor lain. Dengan adanya keadaan tersebut sebenarnya Indonesia mengalami masalah dalam ekonomi makronya. Hal ini terbukti Indonesia saat itu mengalami Inflasi dan angka pengangguran yang cukup tinggi. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka  pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo. Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap  perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar daripada dampak positif yang ditimbulkan. Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu,  pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas

Saran: Untuk kebaikan ekonomi kedepan, Indonesia harus menjadi Negara yang kreatif dibidang ekonomi dan Negara harus memilih orang yang handal agar dapat menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dimasa yang akan mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

http://ade-artikel.blogspot.com/2010/03/sebab-sebab-terjadinya-krisis-ekonomi.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar