MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
ANALISA
KRISIS EKONOMI INDONESIA
Nama
Dosen: Immi Fiska
Nama Kelompok:
·
Ancas
Asri Wulandari 2D214048
·
Ferdinand
Chico 22214345
·
Devina
Vedasiwi 22214846
·
Fathurrahman
Sadzali 24214035
·
Latifah
Arrum Sanda 25214998
·
Titan
Kresdianto 2A214790
·
Yusuf
Pujianto 2C214616
Kelas
: 1EB38
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, bahwa kami telah menyelesaikan tugas
mata kuliah Perekonomian Indonesia. Dalam tugas atau materi ini tidak sedikit
hambatan yang kami hadapi, namun kami menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyusun materi ini berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua. Sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi, oleh karna itu kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Immi
Fiska selaku dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Selaku
orang tua kami yang telah membantu kami dalam segi materi, dorongan, dan
dukungan.
3. Serta
teman-teman yang telah memberikan masukan sehingga makalah dapat terselesaikan.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumber pengetahuan untuk berbagai pihak khususnya bagi kami sehingga tujuan
yang diharapkan dapat terselesaikan. Amiin.
Bekasi, 1 Mei 2015
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
………………………………………………….…………………….…1
Daftar Isi …………………………………….……………………………………….….2
Analisa Krisis Ekonomi
Tahun 1997-1998…………………………………………….. 3
Sejarah Krisis Ekonomi
Tahun 1997-1998 ……………………………………………..3
Konseksuensi Krisis
Ekonomi Tahun 1997-1998 ………………………………………9
Sebab-Sebab Terjadinya
Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998 ………………………….10
Analisa Krisis Ekonomi
Di Indonesia …………………………………………………12
Krisis Eknomi Di Era
Kperesidennan Joko Widodo …………………………………..26
Penutup ………………………………………………………………………………...30
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………….31
Daftar Pustaka
…………………………………………………………………...……..26
ANALISA KRISIS EKONOMI TAHUN 1997-1998
DI INDONESIA
1.
Analisa Krisis
Ekonomi Tahun 1997-1998
Krisis finansial Asia 1997
adalah krisis finansial yang dimulai pada bulan Juli 1997 di Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, termasuk
sebagian negara di Asia Timur. Peristiwa ini juga sering disebut krisis
moneter ("krismon") di Indonesia.
Indonesia, Korea Selatan,
dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis
ini. Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh. Daratan
Tiongkok, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan
ekonomi dalam jangka panjang.
2.
Sejarah Krisis
Ekonomi Tahun 1997-1998
Sampai tahun 1996,
Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara
berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki "current account deficit" dan
perawatan kecepatan
pertukaran pegged menyemangati peminjaman
luar dan menyebabkan keterbukaan yang berlebihan dari risiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata
sebagai faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif
dengan eksportir Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang
paling penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan
erat dengan dollar, yang
naik nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari produsen yang lebih murah
dan menemukannya di Tiongkok yang biayanya lebih rendah dibanding dollar.
Krisis Asia dimulai
pada pertengahan tahun 1997 dan memengaruhi mata uang, pasar bursa, dan harga
aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika
Selatan, investor Barat
kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Banyak pelaku
ekonomi, termasuk Joseph
Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis
dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan kecepatan krisis. Kecepatan
krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock risk yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan
dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis dimulai,
sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental
herd" di antara investor yang memperbesar risiko yang relatif kecil dalam
ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.
Berikut adalah daftar Negara-negara di Asia yang
terkena efek dari Krisis Ekonomi tahun 1997-1998
1. Thailand
Gambar. 1.1.
Pertukaran Uang Baht-Dollar
Dari 1985 sampai
1995, Ekonomi Thailand
tumbuh rata-rata 9%. Pada tanggal 14-15 Mei 1997, mata uang baht terpukul oleh serangan spekulasi besar. Pada tanggal 30 Juni, Perdana Mentri Chavalit Yonchaiyudh berkata bahwa dia tidak akan mendevaluasi baht, tetapi administrasi Thailand akhirnya
mengambangkan mata uang lokal tersebut pada 2 Juli.
Dari 1985 sampai 2
Juli 1997, baht dipatok pada 25 kepada dolar AS. Baht jatuh tajam dan hilang setengah harganya. Baht
jatuh ke titik terendah di 56 ke dolar AS pada Januari 1998. Pasar saham Thailand jatuh 75% pada 1997. Finance One, perusahaan keuangan Thailand terbesar bangkrut. Pada 11 Agustus, IMF membuka paket penyelamatan dengan lebih dari 16
miliar dolar AS (kira-kira 160 trilyun Rupiah). Pada 20 Agustus IMF menyetujui, paket "bailout" sebesar 3,9
miliar dolar AS.
2. Filipina
Bank sentral Filipina
menaikkan suku bunga sebesar 1,75 persentasi point pada Mei dan 2 point lagi
pada 19 Juni. Thailand memulai krisis pada 2 Juli. Pada 3 Juli, bank sentral Filipina dipaksa untuk campur tangan
besar-besaran untuk menjaga peso Filipina, menaikkan suku bunga dari 15 persen ke 24 persen
dalam satu malam.
3. Hong Kong
Pada Oktober 1997, dolar Hong
Kong, yang dipatok 7,8 ke dolar AS, mendapatkan tekanan
spekulatif karena inflasi Hong Kong lebih tinggi dibanding AS selama
bertahun-tahun. Pejabat keuangan menghabiskan lebih dari US$1 miliar untuk
mempertahankan mata uang lokal. Meskipun adanya serangan spekulasi, Hong Kong masih dapat mengatur mata uangnya dipatok ke dolar AS. Pasar saham menjadi tak stabil,
antara 20 sampai 23 Oktober, Index Hang Seng menyelam 23%. Otoritas Moneter Hong Kong berjanji melindungi mata uang. Pada 15 Agustus 1997, suku bunga Hong Kong naik dari 8 persen ke 23
persen dalam satu malam.
4. Korea Selatan
Korea Selatan
adalah ekonomi terbesar ke-11 dunia. Dasar makro ekonominya bagus namun sektor banknya dibebani pinjaman
tak-bekerja. Hutang berlebihan menuntun ke kegagalan besar dan
pengambil-alihan. Contohnya, pada Juli, pembuat mobil ketiga terbesar Korea, Kia Motors meminta pinjaman darurat. Di awal penurunan pasar
Asia, Moody's menurunkan rating kredit Korea Selatan dari A1 ke A3 pada 28 November 1997, dan diturunkan lagi ke Baa2 pada 11 Desember. Yang menyebabkan penurunan lebih lanjut di saham
Korea sejak jatuhnya pasar saham di November. Bursa saham Seoul jatuh 4% pada 7 November 1997. Pada 8 November, jatuh 7%, penurunan terbesar yang pernah tercatat di
negara tersebut. Dan pada 24 November, saham jatuh lagi 7,2 persen karena ketakutan IMF
akan meminta reform yang berat. Pada 1998, Hyundai Motor mengambil alih Kia Motors.
5. Malaysia
Pada 1997, Malaysia memiliki defisit akun mata uang besar lebih dari 6 persen dari GDP.
Pada bulan Juli, ringgit Malaysia diserang oleh spekulator. Malaysia mengambangkan mata uangnya pada 17 Agustus 1997 dan ringgit jatuh secara tajam. Empat hari
kemudian Standard and Poor's menurunkan rating hutang Malaysia. Seminggu kemudian, agensi rating menurunkan
rating Maybank, bank terbesar Malaysia. Di hari yang sama, Bursa
saham Kuala Lumpur jatuh 856 point, titik terendahnya sejak 1993. Pada 2 Oktober, ringgit jatuh lagi. Perdana Mentri Mahathir bin Mohamad memperkenalkan kontrol modal. Tetapi, mata uang jatuh
lagi pada akhir 1997 ketika Mahathir bin Mohamad mengumumkan bahwa pemerintah akan menggunakan 10
miliar ringgit di proyek jalan, rel dan saluran pipa.
Pada 1998,
pengeluaran di berbagai sektor menurun. Sektor konstruksi menyusut 23,5 persen,
produksi menyusut 9 persen dan agrikultur 5,9 persen. Keseluruhan GDP negara
ini turun 6,2 persen pada 1998. Tetapi Malaysia merupakan negara tercepat yang
pulih dari krisis ini dengan menolak bantuan IMF.
6. Indonesia
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti
Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih
dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar
dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi banyak perusahaan Indonesia yang
meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik
untuk perusahaan tersebut level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial
telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand
megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari
8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran mengambang teratur ditukar dengan
pertukaran mengambang-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket
bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan
dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah
dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody's
menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk bond".
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada
November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan.
Perusahaan yang meminjam dalam dollar harus menghadapi biaya yang lebih besar
yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli
dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan
besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari
1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup.
Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden. mulai dari sini krisis moneter
indonesia memuncak.
7.
Singapura
Ekonomi Singapura
berhasil mengatur performa yang relatif sehat dibandingkan dengan negara lain
di Asia selama dan setelah krisis finansial, meskipun hubungan erat dan
ketergantungan ekonomi regional tetap membawa efek negatif terhadap ekonominya.
Tetapi, secara keseluruhan kemampuannya menghilangkan krisis diperhatikan
secara luas, dan meningkatkan penelitian kebijakan fiskal Singapura sebagai
pelajaran bagi negara tetangganya.
Sebagai ekonomi terbuka, dolar
Singapura terbuka terhadap
tekanan spekulatif seperti telah terjadi pada 1985. Ekonomi sangat penting dalam keberlangsungan
Singapura sebagai negara merdeka, pemerintah Singapura berhasil mengatur suku
pertukaran mata uangnya untuk menghindari potensi penyerangan speklulatif.
8.
Tiongkok daratan
Republik Rakyat Tiongkok
tidak terpengaruh oleh krisis ini karena renminbi yang tidak dapat ditukar dan kenyataan bahawa hampir
semua investasi luarnya dalam bentuk pabrik dan bukan bidang keamanan. Meskipun
RRT telah dan terus memiliki masalah "solvency" parah dalam sistem
perbankannya, kebanyakan deposit di bank-bank RRT adalah domestik dan tidak ada
pelarian bank.
9.
Amerika Serikat dan
Jepang
"Flu Asia"
juga memberikan tekanan kepada Amerika
Serikat dan Jepang. Ekonomi mereka tidak hancur, tetapi terpukul kuat.
Pada 27 Oktober 1997, Industri Dow Jones jatuh 554-point, atau 7,2 persen, karena kecemasan
ekonomi Asia. Bursa Saham New York menunda sementara perdagangan. Krisis ini menuju ke
jatuhnya konsumsi dan keyakinan mengeluarkan uang.
Jepang terpengaruh
karena ekonominya berperan penting di wilayah Asia. Negara-negara Asia biasanya
menjalankan defisit perdagangan dengan Jepang karena ekonomi Jepang dua kali lebih
besar dari negara-negara Asia lainnya bila dijumlahkan, dan tujuh kali lipat
RRT. Sekitar 40 persen ekspor Jepang ke Asia. Pertumbuhan nyata GDP melambat di
1997, dari 5 persen ke 1,6 persen dan turun menjadi resesi pada 1998. Krisis
Finansial Asia juga menuntun ke kebangkrutan di Jepang.
10. Laos
Laos terpengaruh
ringan oleh krisis ini dengan nilai tukar Kip dari 4700 ke 6000 terhadap satu dolar AS.
3.
Konsekuensi Krisis
Ekonomi Tahun 1997-1998
Krisis Asia
berpengaruh ke mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Indonesia, Korea
Selatan dan Thailand adalah beberapa negara yang terpengaruh besar oleh krisis
ini. Krisis ekonomi ini juga menuju ke kekacauan politik, paling tercatat
dengan mundurnya Soeharto di Indonesia dan Chavalit Yongchaiyudh di Thailand. Ada peningkatan Anti-Barat, dengan George Soros dan IMF khususnya, keluar sebagai kambing hitam.
Secara budaya, krisis finansial Asia mengakibatkan kemunduran terhadap ide
adanya beberapa set "Asian value", yaitu Asia Timur memiliki struktur ekonomi dan
politik yang superior dibanding Barat. Krisis Asia juga meningkatkan prestise
ekonomi RRT.
Krisis Asia
menyumbangkan ke krisis Rusia dan Brasil pada 1998, karena setelah krisis Asia, bank tidak ingin
meminjamkan ke negara berkembang.
Krisis ini telah dianalisa oleh para pakar ekonomi karena perkembangannya,
kecepatan, dinamismenya, dia memengaruhi belasan negara dan memiliki efek ke
kehidupan berjuta-juta orang, terjadi dalam waktu beberapa bulan saja. Mungkin
para pakar ekonomi lebih tertarik lagi dengan betapa cepatnya krisis ini
berakhir, meninggalkan ekonomi negara berkembang tak berpengaruh. Keingintahuan
ini telah menimbulkan ledakan di pelajaran tentang ekonomi finansial dan "litani" penjelasan mengapa krisis ini
terjadi. Beberapa kritik menyalahkan tindakan IMF dalam krisis, termasuk oleh pakar ekonomi Bank Dunia Joseph
Stiglitz.
4.
Sebab-Sebab
Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1998
Ada beberepa sebab
terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan
umumnya berjangka pendek yang telah menciptakan “ketidakstabilan”. Hal ini
diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung
mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat perbankan
sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Pemerintah
sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat
oleh sector swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari
bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara
tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar
negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Mengapa
demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan
(swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran,
mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan
prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
2. Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di
Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta
eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
3. Tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu
tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
4. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat
akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi
itu sendiri.
5. Miss government
6. Faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun
1998 yaitu faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan
politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya
merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar
berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur
dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena
kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu
oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu, rupiah
merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan
1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
7. Banyaknya utang dalam valas, proyek jangka panjang
yang dibiayai dengan utang jangka pendek, proyek berpenghasilan rupiah dibiayai
valas, pengambilan kredit perbankan yang jauh melebihi nilai proyeknya, APBN
defisit yang tidak efisien dan efektif, devisa hasil ekspor yang disimpan di
luar negeri, perbankan yang kurang sehat, jumlah orang miskin dan pengangguran
yang relative masih besar, dan seterusnya.
8. Krisis moneter dimulai dari gejala/kejutan keuangan
pada juli 1997, menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap valas,
diukur dengan dolar Amerika Serikat yang merupakan pencetus/trigger point.
Meskipun tidak ada depresiasi tajam baht(mata uang Thailand), Krismon tetap
akan terjadi di Negara tercinta ini. Kenapa? karena gejolak sosial dan politik
Indonesia yang memanas. Oleh karena itu penyebab krismon 98 bisa dikatakan
campuran dari unsur-unsur eksternal dan domestik (J. Soedrajad Djiwandono).
9. Diabaikannya early warning system merupakan penyebab
mengapa krismon 97 melanda Inonesia. Adapun early system warningnya adalah: meningkatnya
secara tajam deficit transaksi berjalan sehingga pada saat terjadinya krisis,
defisit transaksi berjalan Inonesia sebesar 32.5% dari PDB. Utang luar negeri
baik pemerintah maupun swasta yang tinggi. Boomingnya sektor properti dan
financial yang mengabaikan kebijakan kehati-hatian dalam pemberian kredit
perbankan diperuntukan untuk membiayai proyek-proyek besar yang disponsori
pemerintah dan tidak semua proyek besar itu visibel. Tata kelola yang buruk (bad
governence) dan tingkat transpalasi yang rendah baik sektor publik maupun
swasta(Marie Muhamad).
10. Argument bahwa pasar financial internasional tidak
stabil secara inheren yang kemudian mengakibatkan buble ekonomi dan cenderung
bergerak liar. Bahkan sejak tahun 1990-an pasar financial lebih tidak stabil
lagi. Hal ini dikarenakan tindakan perbankan negara-negara maju menurunkan suku
bunga mereka. Sehingga mendorong dana-dana masuk pasar global. Maka pada tahun
1990-an dana asing melonjak dari $9 Miliar menjadi lebih dari $240 Miliar.
11. Kegagalan manajemen makro ekonomi tercermin dari
kombinasi nilai tukar yang kaku dan kebijakan fiskal yang longgar, inflasi yang
merupakan hasil dari apresiasi nilai tukar efectif riil, deficit neraca pembayaran
dan pelarian modal.
12. Kelemahan sector financial yang over gradueted, but
under regulete dan masalah moral hazar.
13. Semakin membesarnya cronycapitalism dan sistem politik
yang otoriter dan sentralistik (M. Fadhil Hasan). Jika diartikan secara
ekonomis teknis, krisis bisa disebut sebagai titik balik pertumbuhan ekonomi
yang menjadi merosot. Dan penyebabnya jika ditinjau dari teori konjungtur, ada
dua karakteristik krisis
1). krisis disebabkan
tidak sepadannya kenaikan konsumsi ketimbang kenaikan kapasitas produksi atau
underconsumption crisis.
2). Krisis disebabkan
terlampau besarnya investasi yang dipicu modal asing karena tabungan nasional
sudah lebih dari habis untuk berinvestasi. Krisis seperti ini disebut
overinvestment, dan ini yang terjadi di Indonesia (Kwik Kian Gie). Begitulah
beberapa penyebab krismon 98 di Indonesia, yang dampaknya masih terasa sampai
sekarang.
NB: “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari
segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan
itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.
5.
Analisa Krisis Ekonomi Di
Indonesia
1.
Masa Reformasi Latar belakang jatuh atau berakhirnya
Orde Baru
Krisis politik Pemerintah Orde Baru, meskipun mampu
mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal
dalam membina kehidupan politik yang demokratis, terbuka, adil, dan jujur.
Pemerintah bersikap otoriter, tertutup, dan personal. Masyarakat yang
memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai anti-pemerintah, menghina kepala
negara, anti-Pancasila, dan subversive. Akibatnya, kehidupan berbangsa dan
bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai
terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah Orde Baru untuk mengamankan
kehendak penguasa. Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah
karena banyak pejabat Orde Baru yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR
tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya
ditentukan dan mendapat restu dari penguasa, sehingga banyak anggota yang
bersikap ABS (Asal Bapak Senang) daripada kritis. Sikap yang otoriter,
tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan
masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang
cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap orba mulai terbuka.
Muncul tokoh vokal Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa semakin
memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan
Orde Baru.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik
monopoli serta 5 paket UU politik adalah masalah yang menjadi sorotan tajam
para mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah Soeharto terpilih lagi sebagai
Presiden RI 1998-2003, suara menentangnya makin meluas dimana-mana. Puncak
perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung MPR/DPR pada
bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa, tanggal 21
Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ Habibie.
Krisis ekonomi yang menimpa dunia
dan Asia Tenggara telah merembet ke Indonesia, sejak Juli 1997, Indonesia mulai
terkena krisis tersebut. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika terus menurun.
Akibat krisis tersebut, banyak perusahaan ditutup, sehingga banyak pengangguran
dimana-mana, jumlah kemiskinan bertambah. Selain itu, daya beli menjadi rendah
dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah
melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta mengeluarkan KLBI (Kredit
Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan bank-bank yang ada di bawah
pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi manipulasi besar-besaran dalam KLBI
sehingga pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar. Selain
itu, kepercayaan dunia internasional semakin berkurang sejalan dengan banyaknya
perusahaan swasta yang tak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh
tempo. Untuk mengatasinya, pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan
utang-utang swasta yang telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan
masyarakat makin berat ketika pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan
kenaikan BBM dan ongkos angkutan. Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan
masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Krisis sosial, krisis
politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang sosial.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada
mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya:
perkelahian antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di
Kalimantan Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan
Boyolali serta kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo. Akibat
kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14, dan 15 Mei 1998, perekonomian
kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu karena banyak swalayan,
pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa. Hal tersebut menyebabkan
angka pengangguran membengkak.
Beban masyarakat semakin berat serta
tidak ada kepastian tentang kapan berakhirnya krisis tersebut sehingga
menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi tersebut membahayakan karena mudah
diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut untuk melakukan tindakan anarkis.
2.
Kronologi mundur/berakhirnya kekuasaan Soeharto:
5 Maret 1998: Dua puluh mahasiswa Universitas
Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato
pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan
menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
11 Maret 1998: Soeharto dan BJ Habibie disumpah
menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998: Soeharto mengumumkan kabinet baru yang
dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15 April 1998: Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri
protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan unjuk rasa menuntut dilakukannya
reformasi politik.
18 April 1998: Menteri Pertahanan dan
Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan
VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak
perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog
tersebut.
1 Mei 1998: Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri
Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru
bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998: Pernyataan itu diralat dan kemudian
dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang
(tahun 1998).
4 Mei 1998: Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta
menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi
besar-besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran
terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung,
misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
5 Mei 1998: Demonstrasi mahasiswa besar - besaran
terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.
9 Mei 1998: Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk
menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri
sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998: Aparat keamanan menembak empat mahasiswa
Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak
saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998: Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk
menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.
14 Mei 1998: Soeharto seperti dikutip koran,
mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan
itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu kerusuhan dan
penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti
Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa
dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang
meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998: Soeharto tiba di Indonesia setelah
memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia
mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak ditutup.
Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998: Warga asing berbondong-bondong kembali ke
negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih mencekam.
19 Mei 1998: Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam
seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana
semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana
eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Permintaan
tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi.
Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi
presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang
ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais mengajak
massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan
Nasional.
20 Mei 1998: Jalur jalan menuju Lapangan Monumen
Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa
masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan massa tak jadi dilakukan.
Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke Lapangan Monumen Nasional
karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan
mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR / DPR.
Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998: Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05
Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah
menjadi Presiden RI ketiga.
3.
Indonesia masa pemerintahan B.J. Habibie:
Kebijakan-kebijakan pada masa
Habibie adalah:
1.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan yang dibentuk pada
tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan
dari Golkar, PPP, dan PDI.
2.
Mengadakan reformasi dalam bidang politik. Habibie
berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas,
rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya
Serikat Buruh Independen.
3.
Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan
menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada
yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum.
4.
Refomasi dalam bidang hukum. Target reformasinya yaitu
subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi
peradilan yang independen. Pada masa Orde Baru, hukum hanya berlaku pada rakyat
kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk
mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
5.
Mengatasi masalah dwifungsi ABRI. Jendral TNI Wiranto
mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan
tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan
memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan
birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari
militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam
DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
6.
Mengadakan sidang istimewa. Sidang tanggal 10-13 November
1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan. Mengadakan pemilu
tahun 1999. Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas,
rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil). Masalah yang ada yaitu ditolaknya
pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR
tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri
sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri
pada pemilu yang dilaksanakan.
4.
Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid:
Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
1.
Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti
pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan
masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan
budaya tiong hua).
2.
Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti
menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen
penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan
Keamanan Ekonomi Nasional). Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima
Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan
keinginan Gus Dur.
3.
Masalah yang ada:
1.
Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis
dengan TNI-Polri.
2.
Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang
dipermasalahkan oleh anggota DPR.
3.
Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan
pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat
dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta masyarakat sehingga dekrit
tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli 2001
menuntutnya diturunkan dari jabatan.
4.
Indonesia Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri
Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:
1. Memilih dan
Menetapkan ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan
menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali
yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
2. Membangun
tatanan politik yang baru yang diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang
pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
3. Menjaga
keutuhan NKRI setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti
kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa
lepasnya Timor Timur dari RI.
4. Melanjutkan
amandemen UUD 1945 dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan
zaman.
5. Meluruskan
otonomi daerah dengan keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan
penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu,
pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
6. Tidak ada
masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom
Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.
5.
Indonesia masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
1.
Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari
keseluruhan APBN.
2.
Konversi minyak tanah ke gas.
3.
Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
4.
Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
5.
Buy back saham BUMN
6.
Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat
kecil.
7.
Subsidi BBM.
8.
Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di
Indonesia.
9.
Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan
"Visit Indonesia 2008".
10. Pemberian
bibit unggul pada petani.
11. Pemberantasan
korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada:
1.
Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat
memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian
Indonesia kembali bergairah.
2.
Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
3.
Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi
berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana
datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan
materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien
adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber
daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi
pemborosan yang luar biasa.
4.
Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat
memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati
pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan
penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah
melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet
menjadi nilai negatif yang besar.
5.
Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak
konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi.
Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan
mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah
demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
6.
Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai
proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan
Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia.
Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa
menghambat pembangunan.
7.
Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam
politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan
dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa.
Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran.
Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat
yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan
dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang.
Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih
condong ke Amerika Serikat.
6.
Dampak reformasi bagi rakyat Indonesia:
Pemerintahan orde baru jatuh dan
muncul era reformasi. Namun reformasi dan keterbukaan tidak diikuti dengan
suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah seperti Kalimantan
Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan
agama. Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif
atau pimpinan partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat
pejabat bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang
diembannya. Banyak kasus muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian
batas yang tegas pada teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan
otonomi pengelolaan wilayah pengairan.
Pemerintah tidak lagi otoriter dan
terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya: munculnya parpol-parpol
baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum milik swasta, tidak lagi
melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat berhak memberikan tanggapan
dan kritik terhadap pemerintah). Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan
terus dikurangi (sejak 2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).
7.
Latar belakang munculnya reformasi:
1.
Bidang politik: Munculnya reformasi di bidang politik
disebabkan oleh adanya KKN, ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde
baru yang otoriter (tidak demokratis) dan tertutup, besarnya peranan militer
dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta munculnya demo mahasiswa yang
menginginkan pembaharuan di segala bidang.
2.
Bidang ekonomi: Munculnya reformasi di bidang ekonomi
disebabkan oleh adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha.
Pada masa orde baru, orang-orang yang dekat dengan pemerintah akan mudah
mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan mampu berbuat apa saja demi
keberhasilan usahanya. Selain itu juga disebabkan oleh krisis moneter. Krisis
tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha.
Banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan
angka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan
krisis perbankan. Hal-hal tersebut membuat perlu dilakukannya tindakan-tindakan
yang cepat dan tepat untuk mengatasinya.
3.
Bidang sosial: Krisis ekonomi dan politik pada masa
pemerintahan orde baru berdampak pada kehidupan sosial di Indonesia. Muncul peristiwa
pembunuhan dukun santet di Situbondo, perang saudara di Ambon, peristiwa
Sampit, beredar luasnya narkoba, meningkatnya kejahatan, pembunuhan, pelacuran.
Hal tersebut membuat diperlukannya tindakan yang cepat dan tepat.
7.
Krisis
Ekonomi
Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang
mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir
dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh Haris (1998), “Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak
tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang Orde Baru. Ditandai dengan
merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya
pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi,
sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor
menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama
lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial.
Ekonom, dan politik yang baru pula”. Menurut Fischer (1998), sesungguhnya
pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis d beberapa negara,
seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski
waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit
neraca perdagangan terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun,
sementara pasar 7 arus modal masuk jangka pendek (surplus neraca kapital)
(Tulus Tambunan, 1998).
Faktor-faktor eksternal
Jepang dan Eropa Barat mengalami kelesuan pertumbuhan
ekonomi sejak awal dekade 90-an dan tingkat suku bunga sangat rendah. Dana
sangat melimpah sehingga sebagian besar arus modal swasta mengalir ke
negara-negara Asia Tenggara dan Timur, yang akhirnya membuat krisis. Daya saing
Indonesia di Asia yang lemah, sedang nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
terlalu kuat (overvalued). (Tulus Tambunan, 1998).
Teori-teori Alternatif
Teori konspirasi, krisis ekonomi sengaja ditimbulkan oleh negara-negara
maju tertentu, khususnya Amerika, karena tidak menyukai sikap arogansi ASEAN
selama ini.
Teori contagion, yaitu karena adanya contagion effect; menularnya amat
cepat dari satu negar ake negara lain, disebabkan investor asing merasa
ketakutan.
Teori business cycle (konjungtur), karena proses ekonomi berdasarkan
mekanisme pasar (ekonomi kapitalis) selalu menunjukkan gelombang pasang surut
dalam bentuk naik turunnya variabel-variabel makro (Tulus Tambunan, 1998).
Faktor-faktor non-ekonomi
Dampak psikologis dari krisis di Indonesia adalah
merebaknya penomena kepanikan, sehingga para pemilik modal internasional
memindahkan modal mereka dari Indonesia secara tiba-tiba. Kepanikan ini
kemudian diikuti oleh warga negara di Indonesia, sehingga sekelompok orang
(spekulan) berusaha meraih keuntungan dengan cara menukar sejumlah besar rupiah
terhadap dollar AS. (Tulus Tambunan, 1998).
Stok Hutang Luar Negeri yang Berjangka Pendek
Hutang luar negeri swasta berjangka pendek yang akan
jatuh tempo pada bulan Maret 1998, telah mencapai US$. 9,6 milyard,
meliputi hutang pokok dan pinjaman. Posisi hutang luar negeri yang
ditanggung oleh perusahaan swasta itu merupakan bagian hutang luar negeri
swasta sebesar US$ 65 milyard dari total pinjaman luar negeri Indonesia
sebesar US$ 117,3 milyard per September 1997. Bahkan diperkirakan merosotnya
nilai tukar Rupiah antara lain disebabkan oleh terus membengkaknya hutang luar
negeri yang ditanggung swasta, sehingga begitu kewajiban untuk membayar
hutang luar negeri yang jatuh tempo, sementara pada saat yang sama kondisi
moneter di dalam negeri sedang kacau, maka kesulitan langsung membelit mereka
(AD.Uphadi Media Indonesia, 4 Desember 1997).
Sistem Perbankan Indonesia
Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di
Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta
eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
8.
Dampak
Krisis Terhadap Perekonomian Indonesia
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas
krisis moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi
nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global
tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
1. Kurs rupiah
terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi
16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya
dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu
bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi
besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut.
2. Dampak
negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun,
perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar
negeri yang akan dan telah jatuh tempo.
3. Pengangguran,
dimana angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan
yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya.
4. Laju inflasi
yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan barang nasional,
khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai 9 menipis pada akhir tahun
1997. Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya
hidup semakin tinggi. Biaya-biaya sosial : 1) kerusuhan di mana-mana sejak
black May 1998, 2) banyak orang kekurangan gizi, 3) anak putus sekilah
meingkat, 4) kriminalitas makin tinggi.
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga
membawa dampak positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun
tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar
negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan
ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi industri dalam negeri
meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan. Krisis ekonomi
juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan
Industri Skala Kecil (ISK). Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari
jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak
positifnya.
9.
Krisis
Ekonomi Pada Era Joko Widodo
Pada era Presiden Joko Widodo,
Indonesia mengalami gejolak ekonomi yang
cukup mengkhawatirkan. Selama kepemimpinan beliau yang memasuki setengah tahun
lamanya, Indonesia terkena dampak dari pelemahan rupiah terhadap dollar hingga
mencapai level 13.200-an atau hamper serupa dengan krisis moneter diera
Presiden Soeharto yang ada di level mencapai 17.000 dengan harga rupiah saat
itu. Namun semuanya hanya baru bias dikatakan sebagai perkiraan perkiraan dan
asumsi masyarakat atas melemahnya dollar. Adapaun secara fakta, krisis moneter
belum bisa dibuktikan. Ini ditandakan dengan masih stabilnya perekonomian nasional
saat ini. Data menunjukkan bahwa Ekonomi Indonesia Masih
Mampu Untuk Tumbuh Secara Moderat ditengah perlambatan pemulihan ekonomi dunia,
ternyata ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh sebesar 5,01% yo atau sedikit
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal
kedua tahun ini, yang tercatat sebesar 5,12% yoy. Konsumsi rumah tangga
tercatat cukup stabil dan masih meningkat sebesar 5,4% yoy. Daya beli
masyarakat masih tetap tinggi, meskipun efek belanja pemilu sudah tidak ada dan
telah terjadi kenaikan harga listrik dan gas.
Kontribusi
ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi juga mengalami perlambatan terutama
disebabkan oleh penurunan harga komoditas. Kegiatan investasi tercatat
mengalami perlambatan sebagai akibat dari pelemahan nilai tukar Rupiah dan
kebijakan moneterketat yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Namun demikian, menurut
data yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi
penanaman modal di Indonesia masih mengalami pertumbuhan sebesar 19,3% yoy di
kuartal ketiga 2014 atau meningkat dari pertumbuhan 3,2% yoy yang tercatat di
kuartal kedua 2014. Realisasi penanaman modal dalam negeri naik sebesar 24,2%
yoy, sedangkan realisasi penanaman modal asing naik sebesar 6,8% yoy di kuartal
ketiga 2014. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2015 akan tetap stabil. Hanya akan mengalami kenaikan tipis dari 5,1 persen di
2014 menjadi sebesar 5,2 persen. “Pertumbuhan eknomi Indonesia diperkirakan
akan cenderung stabil dan sedikit meningkat di tahun 2016 menjadi 5,5 persen,”
menurut seorang ekonom Bank Dunia untuk Indonesia. Melambatnya laju pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi
dunia. Kondisi tersebut mengakibatkan investasi dan ekspor Indonesia menjadi
lemah. Lemahnya ekspor berpengaruh pada kecilnya kontribusi terhadap
penyempitan defisit neraca berjalan. Defisit neraca berjalan turun menjadi 6,8
miliiar dolar atau 3,1 persen dari PDB kuartal ketiga 2014 dan lebih rendah
sebesar 0,8 poin presentase dari PDB dibanding laju tahun lalu. Penurunan ini
secara bertahap akan terus berlangsung.
Kondisi yang sama, lanjutnya, juga terjadi pada sektor fiskal
dengan pertumbuhan penerimaan tetap yang relatif lemah, sementara belanja modal
terkontraksi. Pertumbuhan penerimaan pada periode Januari-Oktober 2014 10,8
persen terus berada di bawah pertumbuhan PDB nominal 11,8 persen pada kuartal
1- sampai kuartal 3 tahun 2014. Sementara pada sisi pengeluaran, laju pencairan
anggaran secara keseluruhan di akhir Oktober 2014 mengalami peningkatan dari
tahun-tahun sebelumnya karena dorongan peningkatan belanja subsidi energi.
Adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi akan menyebabkan
peningkatan inflasi. Kendati begitu dampak terhadap inflasi diperkirakan hanya
akan bersifat sementara. Pada tahun 2015 inflasi akan berada di angka 7,5
persen dan akan mengalami penurunan apabila tidak terjadi gejolak eknomi
lainnya. Dari kenaikan BBM itu memang akan memunculkan inflasi, namun akan
menghemat pengeluaran fiscal sebesar 100T.
Penyesuaian harga BBM bersubsidiakan memperluas ruang fiskal
bagi peningkatan belanja pembangunan di sektor-sektor yang lebih penting, salah
satunya di sektor kesehatan. Karena dana belanja kesehatan pemerintah hanya
sekitar 1,2 persen dari PDB tahun 2012 atau sekitar 43 dolar AS per
kapita relatif lebih rendah di banding negara lain. Dengan adanya penghematan
anggaran dari kenaikan harga BBM tersebut Indonesia memiliki kesempatan untuk
melakukan perbaikan pelayanan kesehatan.
Ditambahkan oleh Masyita Crystaliin, ekonom Bank Dunia untuk
Indonesia lainnya, selain menghadapi tantangan perbaikan layanan kesehatan,
pemerintahan baru saat ini juga dihadapkan pada persoalan pendapatan negara
yang terus menurun hanya sedikit di atas 11 persen dari PDB. Apabila tidak
dilakukan reformasi, total penerimaan PDB diproyeksikan akan semakin menurun
menjadi 13,7 persen di tahun 2019. Oleh karena itu, ia menekankan pemerintah
kedepan harus mengejar pendapatan negara dengan memaksimalkan pendapatan pajak.
Hal itu bisa dilakukan dengan reformasi kebijakan penerimaan untuk memperluas
basis pajak, menyederhanakan struktur perpajakan, rasionalisasi jenis pajak,
dan secara selektif melakukan revisi sejumlah tarif pajak agar sebanding dengan
tarif internasional. “Dengan fokus yang kuat pada penerimaaan oleh pemerintah
yang baru akan sangat penting dalam menciptakan ruang fiskal bagi pelaksanaan
program-program pembangunan,” jelasnya.
Lebih lanjut Masyita mengatakan pembelanjaan APBN yang baik
dalam berbagai bidang termasuk pelayanan kesehatan, jaminan sosial,
infrastruktur diharapkan dapat menurunkan defisit fiskal tahun 2015.
Disamping itu dengan adanya relokasi anggaran penghematan fiskal dari kenaikan
harga BBM bersubsidi ke sektor-sektor tersebut juga diharapkan bisa mempercepat
upaya pengentasan kemiskinan. Pasalnya hingga saat ini tingkat kemiskinan
nasional masih berada pada angka 11, 3 persen dan diproyeksikan penurunannya
akan melambat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Bahkan
diperdiksikan akan tetap berada di atas delapan persen pada tahun 2018 jika
tidak ada aksi bersama untuk mendukung pemerataan pertumbuhan dan memperkuat
jaringan pengamanan sosial,” tandasnya.
Berbeda dengan proyeksi Bank Dunia, ekonom UGM, Tri
Yuwono, Ph.D., memperkirakan laju pertumbuhan ekomomi Indonesia cenderung
mengalami penurunan secara berkelanjutan. Pertumbuhan jangka menengah akan
ditentukan oleh pertumbuhan glonal yang lebih lambat dari penurunan terakhir.
“Proyeksi dari Gama Leading Economic Indonesia justru menunjukkan adanya
kecenderungan penurunan siklus perekonomian Indonesia masih berlanjut,”
tuturnya. Kecenderungan tersebut terjadi karena aktivitas ekspor yang lebih
kecil kecil dari impor. Sehingga mengakibatkan defisit pada transakasi
perdagangan Indonesia.
Sementara terkait dengan adanya penyesuaian harga BBM
bersubsidi, Tri Yuwono mengatakan bahwa hal tersebut tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap masyarakat miskin karena hanya mengkonsumsi BBM dalam
jumlah rendah. Namun begitu, hal itu memberikan dampak susulan yang sangat
memberatkan masyarakat kurang mampu akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok
dampak dari kenaikan harga BBM. “Saya rasa pemberian program kompensasi cukup
untuk melindungi masyarakat miskin secara efektif dari dampak kenaikan harga
bahan pangan dan transportasi pasca kenaikan harga BBM betsubsidi,” katanya.
Denni Puspa Purba, ekonom UGM lainnya mengatakan bahwa arahan
proyeksi ekonomi makro Indonesia sudah tepat. Namun pertumbuhan GDP bisa lebih
rendah dari 5,2 persen. Ia juga memperkirakaan iklim investasi dan ekspor di
Indonesia masih akan berjalan lambat di tahun 2015 mendatang. (Humas UGM/Ika).
Dari berbagai pendapat diatas dan fakta yang telah terjadi,
maka dapat disimpulkan bahwa krisiis ekonomi pada era Kepresidenan Joko Widodo
belum dapat dibuktikan, akan tetapi masih sebatas asumsi public atas kondisi
yang terjadi. Namun dari fakta yang ada, krisis ekonomi kecil kemungkinan
terjadi apabila pemerintah berhasil untuk mengendalikan kestabilan menguatnya
nilai tukar dollar
PENUTUP
Kesimpulan:
Krisis moneter yang berlangsung di
Indonesia pada tahun 1997-1998, dapat disimpulkan sbagai dampak dari penurunan
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Tak hanya Indonesi, negara- negara
tetangga pun juga merasakan. Akan tetapi Indonesia termasuk negara yang
terparah akibat masalah tersebut. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat
tergantung pada dollar Amerika, entah dari sektor impor maupun sektor lain.
Dengan adanya keadaan tersebut sebenarnya Indonesia mengalami masalah dalam
ekonomi makronya. Hal ini terbukti Indonesia saat itu mengalami Inflasi dan
angka pengangguran yang cukup tinggi. Banyak sekali faktor-faktor yang
menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek penting yang menunjukkan
kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi
berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan
adanya utang luar negeri jangka pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu
jatuh tempo. Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif
terhadap perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun
secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih
besar daripada dampak positif yang ditimbulkan. Dalam menangani krisis ini, pemerintah
tidak dapat menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI
sudah mulai menipis. Oleh karena itu, pemerintah meminta bantuan kepada
IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu
memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah
sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas
Saran: Untuk kebaikan ekonomi
kedepan, Indonesia harus menjadi Negara yang kreatif dibidang ekonomi dan
Negara harus memilih orang yang handal agar dapat menjaga stabilitas ekonomi
Indonesia dimasa yang akan mendatang.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ade-artikel.blogspot.com/2010/03/sebab-sebab-terjadinya-krisis-ekonomi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar